JARAK
DAN WAKTU TEMPUH
RUTE
PENDAKIAN G. GANDANG DEWATA (3037 Mdpl)
SULAWESI BARAT
MAPALA UNASMAN SUL-BAR
Data yang
kami sajikan adalah data untuk pendakian normal hanya dijadikan referensi yang
kemudian waktu tempuh, akan kembali lagi pada kemampuan fisik dan mental anda.
Selamat Mendaki Semoga alam yang ramah takkan pernah enggang Bersahabat dengan
kita.
No
|
RUTE
PENDAKIAN
|
JARAK
UDARA
|
WAKTU
|
KETERANGAN
|
01
|
Kampung
Baru – Rantepongko
|
2.85 km
|
1 jam
20 menit
|
Sebagian
jalan sudah diaspal, selanjutnya merupakan jalanan rintisan dengan tanah
merah
|
02
|
Rantepongko
– Pos I
|
4,10 km
|
3 jam
10 menit
|
Melalui
pematang sawah, jalan setapak, kebun kopi dan menyebrangi Sugai Tetena
|
03
|
Pos
I – Pos II
|
1,05 km
|
2 jam
10 menit
|
tidak ada lagi
kebun warga. Seluruhnya adalah hutan rimba Tracking
cukup berat dan jalur curam
|
04
|
Pos
II – Pondok kecil (puncak Pos Bayangan)
|
1,95 km
|
2 jam
|
Suhu
mulai dingin Tracking berat
|
05
|
Pondok
kecil – Pos III
|
1,35 km
|
2 jam
10 menit
|
Tracking
datar sedikit kemudian menurun
|
06
|
Pos
III – Camp II
|
350 m
|
15 menit
|
Jalur
terus menurun hingga menemukan tempat datar di dekat sungai kecil yang kadang
– kadang kering
|
07
|
Camp
II – Pos IV
|
2,45 km
|
2 jam
5 menit
|
Menyusuri
anak sungai, mendaki, melewati punggungan, kemudian jalan agak datar
cenderung menurun
|
08
|
Pos
IV – Pondok kecil (sungai)
|
1,75 km
|
1 jam
50 menit
|
Menyusuri
punggungan kemudian menurun menuju sungai besar kemudian menyebrangi sungai 1
kali.
|
09
|
Pondok
kecil – Pos V
|
925 km
|
30 menit
|
Jalur
menyusuri sungai dengan 6 kali penyebrangan basah, Sungai di Gunung Gandang Dewata ada tiga, yakni sungai tetena, Rano dan
Pano Bonehau. Ketiga sungai ini dilewati 5 kali sebab air sungai berkelok
seperti membentuk spiral
|
10
|
Pos
V – Camp III
|
150 m
|
15 menit
|
Satu
kali menyebrangi sungai kecil kemudian dilanjutkan dengan pendakian
|
11
|
Camp
III – Pos VI
|
1,9 km
|
1 jam
25 menit
|
Tracking
sampai puncak
|
12
|
Pos
VI – Pos VII
|
2,05 km
|
2 jam
20 menit
|
Melewati
punggungan, sedikit mendaki kemudian agak landai cenderung menurun
|
13
|
Pos
VII – Camp IV
|
1,1 km
|
45 menit
|
Jalur
menurun yang terjal dan licin hingga menemukan tempat datar dekat dari sungai
|
14
|
Camp
IV – Air terjun
|
50 m
|
5 menit
|
Jalur
menurun yang curam
|
15
|
Air
terjun – Pos VIII
|
1 jam
30 menit
|
Menyebrangi
sungai 1 kali kemudian pendakian.
|
|
16
|
Pos
VIII – Pos IX
|
1 jam
45 menit
|
Tracking
hingga punggungan mengarah ke kiri, kemudian jalur landai dan dilanjutkan
dengan pendakian lagi
|
|
17
|
Pos
IX – Pos X
|
45 menit
|
Jalur
mendaki
|
|
18
|
Pos
X – puncak
|
40 menit
|
Sedikit
mendaki cenderung datar
|
Ketinggian dan Titik Koordinat
No.
|
Lokasi
|
Ketinggian
(mdpl)
|
Koordinat
|
1
|
Kampung Baru
|
1140
|
S 02o 56′ 16,0″
E 119o 22′ 39,9″
|
2
|
Pos
I
|
1575
|
S 02o 52′ 58,2″
E 119o 23′ 10,8″
|
3
|
Pos
II
|
2070
|
S 02o 52′ 25,8″
E 119o 23′ 00,1″
|
4
|
Pos
III
|
2650
|
S 02o 50′ 29,1″
E 119o 22′ 58,7″
|
5
|
Pos
IV
|
2450
|
S 02o 49′ 37″
E 119o 23′ 07″
|
6
|
Pos
V
|
2085
|
S 02o 48′ 52,5″
E 119o 22′ 38,5″
|
7
|
Pos
VI
|
2530
|
S 02o 47′ 49,6″
E 119o 22′ 29,4″
|
8
|
Pos
VII
|
2110
|
S 02o 46′ 58,8″
E 119o 21′ 47,7″
|
9
|
Pos
VIII
|
S
E
|
|
10
|
Pos
IX
|
S
E
|
|
11
|
Pos
X
|
S
E
|
|
12
|
Puncak
|
3037
|
S 02o 44′ 40,5″
E 119o 22′ 30,8″
|
Pendaki harus melintasi 9 gunung sebelum menggapai puncak,
yakni
1. Gunung
Paparandangan (....Mdpl)
2. Gunung
Lante Bobbok, (....Mdpl)
3. Pappandangan
(....Mdpl)
4. Lombok
Silenda (...Mdpl)
5. Lantang
Lomo
6. Penga
7. Naik
Daeng dan
8. Damak-damak
9. Gandang
Dewata
Jalur menuju Gandang Dewata hingga puncak pertama kali
dirintis oleh warga setempat pada tahun 1963 jalur tersebut dibuka demi
menyambung hidup dengan mencari sumber kehidupan dihutan dan berburu Anoa.
selanjutnya pada tahun 1991, mapala dari salah satu perguruan tinggi di
Yogyakarta melakukan pendakian didampingi oleh pak Daud. Sejak itu, mulailah
dikenal istilah adanya pos 1 - 10 di Gunung ini.
Jejak Alam di Tanah Tinggi Sulawesi Barat
Esoterik Mistis G. Gandang Dewata (3037
mdpl)
Oleh : Akhmad Qashlim
( Alumni FIKOM Unasman 2008, Angk I Mapala Unasman 2005)
Tulisan berikut dirangkum dari hasil cerita Bapak Daud (83) seorang
mantang Mantri TNI tahun 1952 yang kini telah pensiun namun masih didatangi
para pasien yang ingin berobat. Beliau merupakan pengikut Andi Sose selama 9
tahun namun Dia keluar dari kesatuan saat Kahar Muzakkar ditangkap di palopo
selatan. Kedekatan Bapak Daud dengan penghuni hutan diawali ketika Beliau
tersesat dan hilang selama 1 bulan dalam gelapnya hutan Perawan Gunung Gandang
Dewata 3037 Mdpl tahun 1958 saat melakukan operasi militer bersama Andi Sose diperbatasan
Tator-Mamasa. Namun berhasil kembali ke alam manusia berkat keramahannya deng an
penghuni Gn. Gandang Dewata yang sampai saat ini masih terjaga keakrabannya.
Beliau sampai hari ini di usia 83 tahun masih punya kemampuan untuk
mendaki ke Gn. Gandang Dewata dengan ketinggian 3037 mdpl hingga 2 kali dalam
seminggu. Beliau kini menjadi orang pilihan yang mampu berkomunikasi dengan
seluruh penghuni hutan hingga semua orang yang hendak mendaki ke Gn Gandang
Dewata harus menemuinya dan lewat ijinya guna mendapat restunya.
Rante
Pongkok ( 1972 ) merupakan Tanah Tua pemekaran dari Rante Suro desa
Tondok Bakaru Kabupaten Mamasa Sulawesi-Barat adalah tempat yang masih memiliki
sisa-sisa budaya adat dan hutan yang terjaga dengan misterinya sendiri. Misteri
itu terbungkus oleh ‘mistisme ekologi Gandang Dewata’. Bapa’/tokoh
masyarakat Mamasa yang dikenal dengan nama Bapak Daud juru kunci G. Gandang Dewata,
merupakan ‘pakar mistikus ekologi Gandang Dewata’. Saintisme ekologi
yang dianut para pakar lingkungan/ilmuwan ekologi, sama sekali berbeda jauh
dengan indigenous knowledge ‘kearifan/pengetahuan lokal’ dari Masyarakat
yang nota bene menyambung nyawa dengan berburu Hewan liar (Anoa) di alur
pegunungan Gandang Dewata dan bertani.
Lalu
apa perbedaan frontal antara mistisme dengan sains? Ilmu
pengetahuan dapat memahami akar namun tidak cabangnya. tapi dapat pula
memahami cabangnya, namun tidak akarnya. Sains tidak membutuhkan mistisme, mistisme tidak membutuhkan sains,
namun manusia butuh keduanya.”
Mistik merupakan kekuatan
intuisi yang memang tak bisa diperoleh dari bangku sekolah, perguruan tinggi
dan teori teori akademis. Mistik secara intuitif merupakan kemampuan deep
inner personality 'personalitas dalam hati' untuk memahami apa itu
kebenaran dan kesejatian. Mistik sering disalah-pahami karena hanya ditinjau
dari segi keterbatasan logika/nalar, teori-teori sains, dan pandangan agama
formal.
Misteri dan ‘mistisme
ekologi’ ini akan selalu terjaga kekentalannya oleh para pengunjung yang
hendak mendaki ke Gandang Dewata dan masyarakat setempat Dusun Rante Pongkok
Kab. Mamasa.
Mendaki erat kaitannya dengan
spritualitas sehingga untuk memahami kandungan esoterik yang dimiliki oleh
Gandang Dewata butuh kejernihan akal dan pikiran. Gandang Dewata Sendiri jika
ditinjau dari sejarah pada mulanya adalah daratan terendah di pulau Sulawesi
hal tersebut dibuktikan dengan adanya batu besar berbentuk perahu yang konon
ceritanya adalah milik Putri Raja yang kandas di Puncak G. Gandang Dewata. Tapi
kini Gandang Dewata telah menjadi tanah tertinggi di Sulawesi Barat namun sisa
- sisa lautan masih kadang kita jumpai di tanah tinggi 3037 Mdpl itu.
Penghuni Gandang
dewata yang sudah memiliki hubungan emosional dengan masyarakat Kampung
terakhir Desa Rante Pongkok telah terbina kekentalannya sejak dulu. Untuk
memahami kepercayaan tradisional mistis terhadap keberadaan penghuni di ‘Hutan
Perawan’ tersebut merupakan
konsep rumit pada extra-sensory perception of meta linguistic ‘metabahasa
dalam kepekaan rasa batin’. Mereka menemukan cara rahasia melalui meta
linguistic system untuk melindungi ciptaan Tuhan yang sangat kompleks di
hutan tersebut. Dengan menghubungkan keberadaan turunnya Dewa yang membunyikan
gendang yang senantiasa memberikan informasi kepada masyarakat melalui hutan,
serta hutan sebagai lahan untuk menunjang hidup maka hutan terlegitimasi secara
etik dan moral untuk dijaga dan dicintai.
Mitos Di Balik Indahnya Alam Gandang Dewata
Konon, dahulu kala ketika dewa-dewa
masih senang turun ke dunia, maka Hutan G. Gandang Dewata adalah tempat
pilihannya. Sebagian masyarakat mempercayai hal tersebut dan kepercayaan itu
mungkin timbul dari apa yang mereka rasakan selama hidup dari sumber hutan.
Gunung Gandang Dewata masih
tenang, tegak diselimuti kabut putih. Dan turunnya kabut tersebut di percaya
oleh segilintir masyarakat Rante Pongkok
adalah keinginan para penghuni G. Gandang Dewata, hal itu diungkap oleh
seorang porter yang dikenal dengan nama Bapak Joni ketika Penulis bersama 4
rekan Mapala Unasman (Muh. Nahar, Ahmad Bestari dan Adrian santosa) mendaki
bersama tahun 2005 silam.
Kepercayaan tersebut jelas
sangat berbeda dengan apa yang kita yakini bakhkan keberadaan penggembala Anoa
yang sampai hari ini belum pernah kita dengar bahkan kita lihat keberadaannya
adalah benar adanya. Entah dari mana kepercayaan itu muncul jelasnya hal
tersebut di paparkan oleh Bapak Daud juru kunci G. Gandang Dewata saat
pengambilan data G. Mambulilling dilapangan 2007 lalu.
Banyak orang pernah mendengar
legenda budaya bangsa Maya. Selama ini, kesan sebagian besar orang terhadap
bangsa Maya tidak terlepas dari suasana hutan belantara. Menyinggung tentang
bangsa Maya, yang terlintas dalam benak sejumlah orang adalah sekelompok Makhluk
halus yang berada di dalam hutan belantara yang terpencil dan sepi.
Lalu siapakah Bangsa maya
penghuni G. Gandang Dewata tersebut? Keberadaan Mereka diyakini oleh semua
orang sebagai penghuni G. Gandang Dewata yang masih sebangsa dengan manusia,
Mereka dari bangsa maya yang dikenal dengan nama To Membuni.
Mereka adalah salah
satu penghuni G. Gandang Dewata yang
ada di dalam hutan, hidup dan beraktivitas dalam hutan, aktivitas mereka tidak
banyak bercampur dengan manusia tetapi kadang pula menampakkan dirinya
untuk masuk ke dunia manusia apakah sekedar berbelanja atau hanya ingin berbagi
kepada manusia seperti yang diungkap oleh Bapak Daud tentang beberapa pendaki
yang pernah diberi kalung. Setiap alam kehidupan mempunyai urusannya
masing-masing mereka tergolong dalam golongan Mahkluk-mahkluk halus yang asli
dan tinggal di dunianya bersama masyarakat sendiri namun hidup berpindah pindah
atau tidak menetap.
To Membuni adalah sekelompok
masyarakat yang tak nampak oleh kasat mata namun dia dapat berkomunikasi dengan
orang – orang tertentu. Inilah kenyataan Misteri yang dikandung oleh Hutan
Perawan G. Gandang Dewata dan setiap Pendaki yang pernah kesana pasti bisa
merasakan keberadaanya, Ungkap Bapak Daud juru kunci G. Gandang Dewata.
To Membuni termasuk mahkluk
halus yang hidup di alam Demit (salah satu dari 6 alam yang di huni
mahluk halus) Bangsa ini memang senang bertempat tinggal di daerah-daerah
pegunungan yang hijau dan lebih sejuk hawanya, rumah-rumah mereka
bentuknya sederhana terbuat dari kayu, bambu dan dedaunan, mereka itu
seperti manusia hanya bentuk badannya lebih kecil dan kadang pula ada yang
besar menyerupai raksasa. Kehidupan di saluran ini hampir sama seperti
kehidupan di dunia manusia, kecuali tidak adanya malam hari sehingga
dikehidupan ini hanya ada siang. Dalam dunianya mereka merokok, rokok yang sama
seperti di dunia manusia, membayar dengan uang yang sama, memakai macam
pakaian yang sama, bahkan mereka mempunyai kampung sendiri seperti didunia
manusia namun sekali lagi bahwa dia tak nampak oleh kasat mata.
Begitu banyak cerita yang
diungkap oleh Bapak Daud dan Masyarakat
Rante Pongkok Desa Tondok Bakaru Kab. Mamasa tentang keramatnya G. Gandang
Dewata yang dapat membuat bulu kuduk merinding saat mendengarnya. Gunung
Keramat tersebut akan bertambah misterinya dengan hilangnya Mayor Latang secara
misterius tahun 2007 di Alur Pegunungan G. Gandang Dewata hingga hari ini masih
belum ditemukan. Namun mampukah kita membuktikan kebenaran mitos tersebut!!!
KISAH DIBALIK HILANGNYA MAYOR LATANG Dkk
DI GUNUNG GANDANG DEWATA (3037 Mdpl)
14 Mei 2007
Sumber : Wahyudi Iswar (Wartawan Radar Sulbar)
Di Update oleh Divisi
Gunung Hutan Mapala Unasman tahun 2010
Bagian (I) Perjalanan Nekad
Demi Misi Rahasia empat tahun lalu, tepatnya Ahad,8 April
2007 sekitar pukul 04.00 WITA, Mayor Latang (Kasi Lidikpam POMDAM VII
Wirabuana), Alexander, Rivai dan Azis serta seorang penunjuk jalan dari warga
setempat bernama Tandi Minanga alias Ambe Pampang (60), melakukan pendakian ke
Gunung Gandang Dewata dengan ketinggian 3037 Meter diatas permukaan laut (Mdpl),
Mamasa. Perjalanan ini berakhir
dengan tewasnya Azis, dan hilangnya Mayor Latang dan Rivai. Sementara Ambe
Pampang selamat, dan Alexander meski lolos dari maut, kondisinya memprihatinkan.
Saat Ditemui wartawan dikediamannya di Desa Tondo Bakaru,
Ambe Pampang bercerita panjang tentang perjalanan latang dkk kegunung yang
dikenal keramat ini. Perjalanan yang hingga kini menimbulkan tanda tanya publik
sebab sampai sekarang misi perjalanan tersebut belum diketahui pasti. Sebelum
berangkat, Ambe Pampang menanyakan terlebih dahulu tujuan ke Gandang Dewata. Namun Mayor Latang tidak mengatakan persis tujuannya dan
terkesan merahasiakan sesuatu. Mayor Latang hanya menyampaikan misinya untuk
mencari air kehidupan tanpa menjelaskan apa yang dimaksud air kehidupan itu.
Setelah mendengar penjelasan tersebut, Ambe Pampang menurut dan bersedia
menjadi penunjuk jalan. Mereka pun berangkat meninggalkan Desa Tondo Bakaru
menuju Gandang Dewata. Setelah empat jam menempuh perjalanan, mereka tiba di
pos 1, Ambe Pampang sempat kaget melihat persiapan mereka. Ambe Pampang khwatir
melihat persediaan bekal latang dkk yang seadanya, yakni satu dos mi instan (
48 bungkus ), 1 kg gula pasir, 3 bungkus biskuit, 1 liter kopi dan tiga bungkus
rokok.
Bekal sebanyak ini menurut Ambe Pampang hanya cukup untuk
tiga hari sampai empat hari perjalanan. Padahal untuk sampai ke puncak Gandang
Dewata atau pos 10, dibutuhkan waktu sekitar 5-6 hari perjalanan ( belum termasuk
perjalanan pulang ). Saat di pos 1 saja mereka sudah menghabiskan 15 bungkus mi
instan untuk makan malam dan sarapan pagi. Ambe Pampang menilai rombongan
latang terkesan tanpa persiapan yang matang. Peralatan yang dibawa hanya satu
panci kecil dan air minum, tanpa jas hujan, tenda, senter dan peralatan
lainnya. Belum lagi kondisi Azis yang kurang sehat ( sesak nafas ). Ambe
Pampang sempat meragukan kesanggupan mereka mencapai puncak.
Saat di pos1, Ia kembali sempat beberapa kali
mempertanyakan kesiapan rombongan dan menyarankan agar pulang menambah
perbekalan dan alat persiapan. Namun setiap kali bertanya Latang selalu
menjawab “di atas gunung nanti bantuan
makanan akan datang melalui helikopter”, dan menegaskan perjalanan ini
harus dilakukan. Latang dkk juga meyakinkan Ambe Pampang kalau mereka siap dan
sanggup mencapai puncak. Keraguan Ambe Pampang luluh. Mereka pun melanjutkan
perjalanan.
Meski berusaha mengirit, akhirnya bekal mi instan dan
rokok hanya cukup sampai di pos 5. kondisi mereka semakin lemah sementara
perbekalan hanya tersisa 3 bungkus mi instan. Mayor Latang meminta Ambe Pampang
ke pos 9 untuk mengambil makanan. Katanya kepada Ambe Pampang, makanan dibawa
melalui helikopter.
Ambe Pampang ke pos 9 dan kembali lagi tanpa hasil.
Akhirnya kondisi mereka semakin lemah, terutama Azis yang semakin sepoyongan.
Karena 2 hari 2 malam tanpa makan ditambah cuaca yang dingin karena setiap hari
turun hujan, helikopter yang ditunggu –tunggu membawa makanan tidak terlihat,
air kehidupan juga belum ditemukan. Mereka akhirnya sepakat untuk turun gunung.
Ambe Pampang jalan lebih cepat untuk mengambil makanan.
Empat lainnya juga turun menyusul sambil berjalan perlahan. Mereka
memperkirakan akan bertemu di pos 5 setelah Ambe Pampang kembali ke gunung dan
membawa makanan. Ambe Pampang tiba kembali di desa menjelang Maghrib. Keesokan
harinya Ambe Pampang melaporkan kepada kepala desa dan koramil. Ia sempat kaget
sebab pihak koramil ternyata tidak mengetahui perihal keberangkatan Mayor
latang ke Gunung Gandang Dewata. Ambe Pampang pun keheranan, sebab ternyata
baru mengetahui latang juga tidak melapor ke Daud, warga yang dikenal selalui
ditemui pihak yang hendak mendaki gunung, seperti mahasiswa pencinta alam. Daud
di kenal dapat berkomunikasi dengan penghuni Gandang Dewata, seharusnya meminta
izin kepada penghuni gunung. Minta izin dapat dilakukan dengan perantaraan
Daud. Ambe Pampang mempercayai musibah yang menimpah rombongan Mayor Latang
dkk,antara lain, disebabkan tidak memberi tahu Daud mengenai rencana mereka mendaki
gunung.
“Mereka itu berani, nekad dan juga takabur. Ini yang ke 25 kalinya saya mengantar orang kegunung, tapi tidak satu pun orang yang berangkat dengan persiapan seperti ini,” ujar Ambe Pampang.
Berselang beberapa hari, Alexander tiba di Desa Tando Bakaru dengan kondisi yang sangat lemah. Tubuhnya kedinginan, luka dan nyaris tak sanggup menggerakkan badan. Ia tidak dapat memberikan informasi apapun. Kedatangan Alexander tidak bersama Mayor Latang, Rivai dan Azis. Mereka kemudian dinyatakan hilang. Warga selanjutnya berusaha mencari mereka. Azis ditemukan tewas sekitar 100 meter dari pos 6 oleh warga dan personil TNI. Sementara Mayor Latang dan Rivai hingga kini belum diketahui rimbahnya.
“Mereka itu berani, nekad dan juga takabur. Ini yang ke 25 kalinya saya mengantar orang kegunung, tapi tidak satu pun orang yang berangkat dengan persiapan seperti ini,” ujar Ambe Pampang.
Berselang beberapa hari, Alexander tiba di Desa Tando Bakaru dengan kondisi yang sangat lemah. Tubuhnya kedinginan, luka dan nyaris tak sanggup menggerakkan badan. Ia tidak dapat memberikan informasi apapun. Kedatangan Alexander tidak bersama Mayor Latang, Rivai dan Azis. Mereka kemudian dinyatakan hilang. Warga selanjutnya berusaha mencari mereka. Azis ditemukan tewas sekitar 100 meter dari pos 6 oleh warga dan personil TNI. Sementara Mayor Latang dan Rivai hingga kini belum diketahui rimbahnya.
(Bagian
2) Kisah Di Balik Hilangnya Mayor Latang di Gandang Dewata
Meninggal
Dunia atau Selamat
Tidak sedikit warga Mamasa yang memperkirakan Latang dan
Rivai kini sudah tewas akibat kehabisan bekal yang menyebabkan mereka
kelaparan, di tambah lagi cuaca yang dingin. Perlengkapan yang seadanya yang
dibawa membuat dugaan keduanya telah meninggal sangat kuat. Karena tidak ditemukan, mayatnya diperkirakan sudah
dimakan ular atau binatang buas lainnya. Ada pula yang menduga Latang dan Rivai
terjatuh kejurang. Maklum, jalur ke Gandang Dewata dipenuhi jurang terjal. Medan
yang licin, kondisi fisik lemah membuat tidak tertutup kemungkinan mereka
terpeleset kejurang. Tetapi saat penyisiran, tim pencari dan seekor anjing
pelacak tidak menemukan mayat keduanya. Yang menduga seperti ini, berpendapat
mayat keduanya dibawa jurang tetapi tidak tersentuh oleh tim pecari. “ kalau
benar dia jatuh kejurang saya pikir sulit untuk ditemukan,” kata Darman, warga
Mamasa.
Dugaan lain, dan ini yang paling kuat menurut pihak TNI, yakni dugaan Latang dan Rivai hanyut terbawa arus sungai. Alasannya, arus sungai yang melalui Gunug Gandang Dewata sangat deras dan dalamnya setinggi dada orang dewas. Selai itu air sungai di Gandang Dewata juga tidak menentu. Terkadang tiba-tiba datang air bah. Sungai di Gunung Gandang Dewata ada tiga, yakni sungai tetena, Rano dan Pano Bonehau. Ketiga sungai ini dilewati berkali-kali sebab air sungai berkelok seperti membentuk spiral.
“Kondisi mereka lemah, kalau menyeberang sungai bisa jadi hanyut karena tidak kuat menahan arus atau bisa jadi karena tiba-tiba datang air bah,” ujarnya salah seorang anggota TNI dari Kompi B Yonif 721 Makkasau Adapula prediksi lain yang menyebutkan Latang dan Rivai menuju Tabulahan. Prediksi ini timbul sebab menurut keterangan Ambe Pampang ( penunjuk jalan ), Latang sering menanyakan rute ke Tabulahan. Sebab menurut peta yang dibawa Latang, air kehidupan berada di antara Gunung Mambulilling dan Gandang Dewata dan diantara sungai Salukarma dan Sungai Bonehau.
Menurut Ambe Pampang, dari Gandang Dewata bisa tembus ke Tabulahan. Meskipun belum ada rute khusus. Menuju ke Tabulahan dilakukan dengan cara merintis jalan baru. “Saya belum pernah kesana. Tapi yang jelas dibandingkan ke Tabulahan, lebih dekat ke Mamasa,” ungkap Ambe Pampang.
Dugaan kemungkinan Latang dan Rivai ke Tabulahan juga muncul, sebab pada saat Ambe Pampang turun lebih awal dari pos 7, menyusun Latang dan Rivai. Kemudian Alexander di belakang karena menjaga Azis yang saat itu kondisinya sudah sangat lemah ( sakit ). Pada saat jalan berdua ( Latang dan Rivai ) diduga mereka memutuskan berbelok menempuh ke Tabulahan tanpa diketahui Alexander ( Alex selamat ).
Tidak sedikit pula warga Mamasa berpandangan Latang dan
Rivai disembunyi oleh mahluk yang warga Mamasa menyebutnya To pembuni. Pendapat
ini muncul karena menurut warga, terkadang orang yang mendaki kesana pernah
hilang atau tersesat namun akhirnya kembali setelah beberapa hari. Menurut
warga setempat, Latang dan Rivai tidak kembali karena sebelum berangkat ia
tidak melapor ke pak Daud, warga Mamasa yang di tempati melapor orang yang
ingin di Gandang Dewata. “Kalau di sembunyikan To pembuni, biasa kembali
beberapa hari, minggu atau bulan kemudian,” kata Tadius, seorang penjual di pasar
Mamasa.
Diantara dugaan tersebut ada spekulasi yang paling menghebohkan. Latang dan Rivai didugan selamat. Mereka yang menduga selamat berpendapat, seandainya Latang dan Rivai tewas Ia pasti akan di temukan tim pencari sebab jalur ke Gandang Dewata cuma satu. Kalaupun ada jalur ke Tabulahan, dengan kondisi lemah dan tidak tahu jalan,kecil kemungkinan Latang dan Rivai memutuskan ke Tabulahan. Kalau jatuh ke jurang, bau mayatnya harusnya bisa tercium.
Diantara dugaan tersebut ada spekulasi yang paling menghebohkan. Latang dan Rivai didugan selamat. Mereka yang menduga selamat berpendapat, seandainya Latang dan Rivai tewas Ia pasti akan di temukan tim pencari sebab jalur ke Gandang Dewata cuma satu. Kalaupun ada jalur ke Tabulahan, dengan kondisi lemah dan tidak tahu jalan,kecil kemungkinan Latang dan Rivai memutuskan ke Tabulahan. Kalau jatuh ke jurang, bau mayatnya harusnya bisa tercium.
“Pergi dengan rahasia, siapa tahu selamat. Bisa jadi ia
juga pulang dengan sembunyi-sembunyi,” kata A waris, warga Mamasa lainnya.
Dugaan ini juga berhembus karena keputusan warga mencari Latang. Proses
pencarian yang sangat menguras energi namun tanda-tanda ditemukannya masih
nihil. Diantara beberapa pendapat tersebut, belum satu pun yang terbukti. Namun
terakhir sekitar tahun 2010 Pak Daud, setelah melakukan komunikasi dengan
penghuni hutan dan diberi petunjuk Ia akhirnya menemukan sepasang pakaian yang
berukuran besar dan dari ciri - ciri dan tanda-tanda yang jumpai diyakini bahwa
pakaian tersebut milik Mayor Latang namun menurut pak daud penghuni hutan pun
masih merahasiakan keberadaan Mayor latang, (Saya
tanyakan sama penghuninya tapi dia tidak menjawab, Cuma ketawa baru lari,
pergi) ungkap Pak Daud saat cerita dengan Tim Pendaki Mapala Unasman Awal 2011
lalu. Begitupun dengan Rivai yang masih belum ditemukan tim pencari. Semuanya masih menjadi misteri sampai hari ini. misteri ini akan menjadi teka-teki kedua
sepanjang masa selain misteri hilangnya pesawat Adam Air.
(Bagian 3-Selesai) Kisah Dibalik Hilangnya Mayor Latang di Gandang Dewata
Gunung
Perawan yang Keramat
Belum tampak aksi penebangan liar sebab warga Mamasa yang
naik ke Gunung Gandang Dewata hanya mengambil rotan ataupun berburu Anoa. Pohon besar berukuran kira-kira tiga orang
dewasa berangkulan, masih sangat banyak ditemui. Nama Gandang Dewata sendiri
konon lahir dari adanya sebuah batu yang berbentuk seperti gendang diatas
gunung. Batu ini mengeluarkan gema ketika warga Mamasa menabuh gendang di desa
saat prosesi ritual kematian. Jarak antara desa dengan tempat batu tersebut sangat
jauh dan memakan waktu perjalanan sekitar 5-6 hari. Gema dari batu menjadi informasi bagi warga
yang sementara dihutan mengambil rotan atau berburu bahwa dibawa sana (red dikampung) ada warga yang meninggal
dunia. Karena suara batu itu tidak diketahui dari mana, orang Mamasa tempo dulu
meyakini suara itu datang dari Dewa. Melekatlah nama gunung ini dengan sebutan
Gandang Dewata.
Berbagai cerita mistik yang diungkapkan warga Mamasa akan
hal-hal aneh yang terjadi tentang Gunung Gandang Dewata. Gunung dengan
ketinggian 3.037 meter dari permukaan laut ini menyimpan cerita yang dapat
membuat bulu kuduk berdiri. Belum ditemukannya Mayor Latang dan Rivai menambah
kesan keramatnya Gandang Dewata.
jalur menuju Gandang Dewata hingga puncak pertama kali
dirintis oleh warga setempat pada tahun 1963. selanjutnya pada tahun 1991,
mapala dari salah satu perguruan tinggi di Yogyakarta melakukan pendakian.
Sejak itu, mulailah dikenal istilah adanya pos 10 di gunung ini.
Sudah begitu banyak kelompok dan mahasiswa pencinta alam
telah melakukan pendakian sampai kepuncak gunung. Kadang-kadang bagi pendaki
yang belum kenal jalur di gunung ini ditemani seorang penunjuk jalan dari warga
Mamasa. Untuk sampai kepuncak gunung,
harus melewati 10 pos dengan kondisi medan yang sangat berat. Pendaki harus melintasi 9 gunung, yakni
Gunung Lante Bobbok, paparandangan, Pappandangan, Lantang Lomo, Lombok Silenda,
Damak-damak, Penga, Naik Daeng dan terakhir Gandang Dewata.
Dari kota Mamasa ke pos 1 ditempuh perjalanan sekitar 4-5 jam. Sebelum tiba di pos satu, pendaki harus melintasi sungai Tetena. Setelah melewati pos 1 tidak ada lagi kebun warga. Seluruhnya adalah hutan rimba. Diantara pos 7 sampai pos 9, pendaki harus menggunakan tali karena terjalnya medan.
Dari kota Mamasa ke pos 1 ditempuh perjalanan sekitar 4-5 jam. Sebelum tiba di pos satu, pendaki harus melintasi sungai Tetena. Setelah melewati pos 1 tidak ada lagi kebun warga. Seluruhnya adalah hutan rimba. Diantara pos 7 sampai pos 9, pendaki harus menggunakan tali karena terjalnya medan.
Dari pos 1 ke pos 4 dibutuhkan waktu perjalanan selama 2 hari. Dan dari pos 4 ke pos 10 di butuhkan waktu 4 hari. Dari pos 4 menuju pos 5, pendaki harus 6 kali menyeberangi sungai pano. Medan terberat berada antara pos 7 dan pos 9. selain medan terjal, cuaca juga sangat dingin. Di pos 7 suhu udara mencapai 13 derajat. Tim Ekspedisi Fajar Grup yang terdiri dari wartawan Harian Fajar Pare pos, Ujung Pandang Ekspres, Berikota dan Radar Sulbar, yang juga melakukan pencarian mengakui beratnya medan menuju Gandang Dewata. Tim Ekspedisi sempat menyisir dari pos 2 sampai pos 3.
“Saya sudah beberapa kali ke Gunung Bawakaraeng, dibandingkan dengan Gandang Dewata, Bawakaraeng tidak apa-apanya. Persiapan kesana harus ekstra matang baik fisik maupun mental dan peralatan,” kata Sili Suli, wartawan Ujung Pandang Ekspres.
Semoga Alam Yang Ramah
Takkan Pernah Enggang Bersahabat
Dengan Kita


MAPALA UNASMAN SULBAR
Tidak ada komentar:
Posting Komentar