Kamis, 17 Oktober 2013

Gunung Gandang Dewata 3037 Mdpl MAPALA UNASMAN SULBAR



JARAK DAN WAKTU TEMPUH
RUTE PENDAKIAN G. GANDANG DEWATA (3037 Mdpl)
SULAWESI BARAT
MAPALA UNASMAN SUL-BAR

Data yang kami sajikan adalah data untuk pendakian normal hanya dijadikan referensi yang kemudian waktu tempuh, akan kembali lagi pada kemampuan fisik dan mental anda. Selamat Mendaki Semoga alam yang ramah takkan pernah enggang Bersahabat dengan kita.

No
RUTE PENDAKIAN
JARAK UDARA
WAKTU
KETERANGAN
01
Kampung Baru – Rantepongko
2.85 km
1 jam
20 menit
Sebagian jalan sudah diaspal, selanjutnya merupakan jalanan rintisan dengan tanah merah
02
Rantepongko – Pos I
4,10 km
3 jam
10 menit
Melalui pematang sawah, jalan setapak, kebun kopi dan menyebrangi Sugai Tetena
03
Pos I – Pos II
1,05 km
2 jam
10 menit
tidak ada lagi kebun warga. Seluruhnya adalah hutan rimba Tracking cukup berat dan jalur curam
04
Pos II – Pondok kecil (puncak Pos Bayangan)
1,95 km
2 jam
Suhu mulai dingin Tracking berat
05
Pondok kecil – Pos III
1,35 km
2 jam
10 menit
Tracking datar sedikit kemudian menurun
06
Pos III – Camp II
350 m
15 menit
Jalur terus menurun hingga menemukan tempat datar di dekat sungai kecil yang kadang – kadang kering
07
Camp II – Pos IV
2,45 km
2 jam
5 menit
Menyusuri anak sungai, mendaki, melewati punggungan, kemudian jalan agak datar cenderung menurun
08
Pos IV – Pondok kecil (sungai)
1,75 km
1 jam
50 menit
Menyusuri punggungan kemudian menurun menuju sungai besar kemudian menyebrangi sungai 1 kali.
09
Pondok kecil – Pos V
925 km
30 menit
Jalur menyusuri sungai dengan 6 kali penyebrangan basah, Sungai di Gunung Gandang Dewata ada tiga, yakni sungai tetena, Rano dan Pano Bonehau. Ketiga sungai ini dilewati 5 kali sebab air sungai berkelok seperti membentuk spiral
10
Pos V – Camp III
150 m
15 menit
Satu kali menyebrangi sungai kecil kemudian dilanjutkan dengan pendakian
11
Camp III – Pos VI
1,9 km
1 jam
25 menit
Tracking sampai puncak
12
Pos VI – Pos VII
2,05 km
2 jam
20 menit
Melewati punggungan, sedikit mendaki kemudian agak landai cenderung menurun
13
Pos VII – Camp IV
1,1 km
45 menit
Jalur menurun yang terjal dan licin hingga menemukan tempat datar dekat dari sungai
14
Camp IV – Air terjun
50 m
5 menit
Jalur menurun yang curam
15
Air terjun – Pos VIII

1 jam
30 menit
Menyebrangi sungai 1 kali kemudian pendakian.
16
Pos VIII – Pos IX

1 jam
45 menit
Tracking hingga punggungan mengarah ke kiri, kemudian jalur landai dan dilanjutkan dengan pendakian lagi
17
Pos IX – Pos X

45 menit
Jalur mendaki
18
Pos X – puncak

40 menit
Sedikit mendaki cenderung datar


Ketinggian dan Titik Koordinat
No.
Lokasi
Ketinggian
(mdpl)
Koordinat
1
Kampung Baru
1140
S 02o 56′ 16,0″
E 119o 22′ 39,9″
2
Pos I
1575
S 02o 52′ 58,2″
E 119o 23′ 10,8″
3
Pos II
2070
S 02o 52′ 25,8″
E 119o 23′ 00,1″
4
Pos III
2650
S 02o 50′ 29,1″
E 119o 22′ 58,7″
5
Pos IV
2450
S 02o 49′ 37″
E 119o 23′ 07″
6
Pos V
2085
S 02o 48′ 52,5″
E 119o 22′ 38,5″
7
Pos VI
2530
S 02o 47′ 49,6″
E 119o 22′ 29,4″
8
Pos VII
2110
S 02o 46′ 58,8″
E 119o 21′ 47,7″
9
Pos VIII

S
E
10
Pos IX

S
E
11
Pos X

S
E
12
Puncak
3037
S 02o 44′ 40,5″
E 119o 22′ 30,8″


Pendaki harus melintasi 9 gunung sebelum menggapai puncak, yakni
1.     Gunung Paparandangan (....Mdpl)
2.     Gunung Lante Bobbok, (....Mdpl)
3.     Pappandangan (....Mdpl)
4.     Lombok Silenda (...Mdpl)
5.     Lantang Lomo
6.     Penga
7.     Naik Daeng dan
8.     Damak-damak
9.     Gandang Dewata

Jalur menuju Gandang Dewata hingga puncak pertama kali dirintis oleh warga setempat pada tahun 1963 jalur tersebut dibuka demi menyambung hidup dengan mencari sumber kehidupan dihutan dan berburu Anoa. selanjutnya pada tahun 1991, mapala dari salah satu perguruan tinggi di Yogyakarta melakukan pendakian didampingi oleh pak Daud. Sejak itu, mulailah dikenal istilah adanya pos 1 - 10 di Gunung ini.







Jejak Alam di Tanah Tinggi Sulawesi Barat
Esoterik Mistis G. Gandang Dewata (3037 mdpl)
Oleh : Akhmad Qashlim
( Alumni FIKOM Unasman 2008, Angk I Mapala Unasman 2005)
Tulisan berikut dirangkum dari hasil cerita Bapak Daud (83) seorang mantang Mantri TNI tahun 1952 yang kini telah pensiun namun masih didatangi para pasien yang ingin berobat. Beliau merupakan pengikut Andi Sose selama 9 tahun namun Dia keluar dari kesatuan saat Kahar Muzakkar ditangkap di palopo selatan. Kedekatan Bapak Daud dengan penghuni hutan diawali ketika Beliau tersesat dan hilang selama 1 bulan dalam gelapnya hutan Perawan Gunung Gandang Dewata 3037 Mdpl tahun 1958 saat melakukan operasi militer bersama Andi Sose diperbatasan Tator-Mamasa. Namun berhasil kembali ke alam manusia berkat keramahannya deng an penghuni Gn. Gandang Dewata yang sampai saat ini masih terjaga keakrabannya.
Beliau sampai hari ini di usia 83 tahun masih punya kemampuan untuk mendaki ke Gn. Gandang Dewata dengan ketinggian 3037 mdpl hingga 2 kali dalam seminggu. Beliau kini menjadi orang pilihan yang mampu berkomunikasi dengan seluruh penghuni hutan hingga semua orang yang hendak mendaki ke Gn Gandang Dewata harus menemuinya dan lewat ijinya guna mendapat restunya.
Rante Pongkok ( 1972 ) merupakan Tanah Tua pemekaran dari Rante Suro desa Tondok Bakaru Kabupaten Mamasa Sulawesi-Barat adalah tempat yang masih memiliki sisa-sisa budaya adat dan hutan yang terjaga dengan misterinya sendiri. Misteri itu terbungkus oleh ‘mistisme ekologi Gandang Dewata’. Bapa’/tokoh masyarakat Mamasa yang dikenal dengan nama Bapak Daud juru kunci G. Gandang Dewata, merupakan ‘pakar mistikus ekologi Gandang Dewata’. Saintisme ekologi yang dianut para pakar lingkungan/ilmuwan ekologi, sama sekali berbeda jauh dengan indigenous knowledge ‘kearifan/pengetahuan lokal’ dari Masyarakat yang nota bene menyambung nyawa dengan berburu Hewan liar (Anoa) di alur pegunungan Gandang Dewata dan bertani.
 Lalu apa perbedaan frontal antara mistisme dengan sains? Ilmu pengetahuan dapat memahami akar namun tidak cabangnya. tapi dapat pula memahami cabangnya, namun tidak akarnya. Sains tidak membutuhkan mistisme, mistisme tidak membutuhkan sains, namun manusia butuh keduanya.”
Mistik merupakan kekuatan intuisi yang memang tak bisa diperoleh dari bangku sekolah, perguruan tinggi dan teori teori akademis. Mistik secara intuitif merupakan kemampuan deep inner personality 'personalitas dalam hati' untuk memahami apa itu kebenaran dan kesejatian. Mistik sering disalah-pahami karena hanya ditinjau dari segi keterbatasan logika/nalar, teori-teori sains, dan pandangan agama formal.
 Misteri dan ‘mistisme ekologi’ ini akan selalu terjaga kekentalannya oleh para pengunjung yang hendak mendaki ke Gandang Dewata dan masyarakat setempat Dusun Rante Pongkok Kab. Mamasa. 
Mendaki erat kaitannya dengan spritualitas sehingga untuk memahami kandungan esoterik yang dimiliki oleh Gandang Dewata butuh kejernihan akal dan pikiran. Gandang Dewata Sendiri jika ditinjau dari sejarah pada mulanya adalah daratan terendah di pulau Sulawesi hal tersebut dibuktikan dengan adanya batu besar berbentuk perahu yang konon ceritanya adalah milik Putri Raja yang kandas di Puncak G. Gandang Dewata. Tapi kini Gandang Dewata telah menjadi tanah tertinggi di Sulawesi Barat namun sisa - sisa lautan masih kadang kita jumpai di tanah tinggi 3037 Mdpl itu.
  Penghuni Gandang dewata yang sudah memiliki hubungan emosional dengan masyarakat Kampung terakhir Desa Rante Pongkok telah terbina kekentalannya sejak dulu. Untuk memahami kepercayaan tradisional mistis terhadap keberadaan penghuni di ‘Hutan Perawan’ tersebut merupakan konsep rumit pada extra-sensory perception of meta linguistic ‘metabahasa dalam kepekaan rasa batin’. Mereka menemukan cara rahasia melalui meta linguistic system untuk melindungi ciptaan Tuhan yang sangat kompleks di hutan tersebut. Dengan menghubungkan keberadaan turunnya Dewa yang membunyikan gendang yang senantiasa memberikan informasi kepada masyarakat melalui hutan, serta hutan sebagai lahan untuk menunjang hidup maka hutan terlegitimasi secara etik dan moral untuk dijaga dan dicintai.
Mitos Di Balik Indahnya Alam Gandang Dewata
Konon, dahulu kala ketika dewa-dewa masih senang turun ke dunia, maka Hutan G. Gandang Dewata adalah tempat pilihannya. Sebagian masyarakat mempercayai hal tersebut dan kepercayaan itu mungkin timbul dari apa yang mereka rasakan selama hidup dari sumber hutan.
Gunung Gandang Dewata masih tenang, tegak diselimuti kabut putih. Dan turunnya kabut tersebut di percaya oleh segilintir masyarakat Rante Pongkok  adalah keinginan para penghuni G. Gandang Dewata, hal itu diungkap oleh seorang porter yang dikenal dengan nama Bapak Joni ketika Penulis bersama 4 rekan Mapala Unasman (Muh. Nahar, Ahmad Bestari dan Adrian santosa) mendaki bersama tahun 2005 silam.
Kepercayaan tersebut jelas sangat berbeda dengan apa yang kita yakini bakhkan keberadaan penggembala Anoa yang sampai hari ini belum pernah kita dengar bahkan kita lihat keberadaannya adalah benar adanya. Entah dari mana kepercayaan itu muncul jelasnya hal tersebut di paparkan oleh Bapak Daud juru kunci G. Gandang Dewata saat pengambilan data G. Mambulilling dilapangan 2007 lalu.
Banyak orang pernah mendengar legenda budaya bangsa Maya. Selama ini, kesan sebagian besar orang terhadap bangsa Maya tidak terlepas dari suasana hutan belantara. Menyinggung tentang bangsa Maya, yang terlintas dalam benak sejumlah orang adalah sekelompok Makhluk halus yang berada di dalam hutan belantara yang terpencil dan sepi.
Lalu siapakah Bangsa maya penghuni G. Gandang Dewata tersebut? Keberadaan Mereka diyakini oleh semua orang sebagai penghuni G. Gandang Dewata yang masih sebangsa dengan manusia, Mereka dari bangsa maya yang dikenal dengan nama To Membuni.
 Mereka adalah salah satu penghuni  G. Gandang Dewata yang ada di dalam hutan, hidup dan beraktivitas dalam hutan, aktivitas mereka tidak banyak bercampur dengan manusia tetapi kadang pula menampakkan dirinya untuk masuk ke dunia manusia apakah sekedar berbelanja atau hanya ingin berbagi kepada manusia seperti yang diungkap oleh Bapak Daud tentang beberapa pendaki yang pernah diberi kalung. Setiap alam kehidupan mempunyai urusannya masing-masing mereka tergolong dalam golongan Mahkluk-mahkluk halus yang asli dan tinggal di dunianya bersama masyarakat sendiri namun hidup berpindah pindah atau tidak menetap.
To Membuni adalah sekelompok masyarakat yang tak nampak oleh kasat mata namun dia dapat berkomunikasi dengan orang – orang tertentu. Inilah kenyataan Misteri yang dikandung oleh Hutan Perawan G. Gandang Dewata dan setiap Pendaki yang pernah kesana pasti bisa merasakan keberadaanya, Ungkap Bapak Daud juru kunci G. Gandang Dewata.
To Membuni termasuk mahkluk halus yang hidup di alam Demit (salah satu dari 6 alam yang di huni mahluk halus) Bangsa ini memang senang bertempat tinggal di daerah-daerah pegunungan yang hijau dan lebih sejuk hawanya, rumah-rumah mereka bentuknya sederhana terbuat dari kayu, bambu dan dedaunan, mereka itu seperti manusia hanya bentuk badannya lebih kecil dan kadang pula ada yang besar menyerupai raksasa. Kehidupan di saluran ini hampir sama seperti kehidupan di dunia manusia, kecuali tidak adanya malam hari sehingga dikehidupan ini hanya ada siang. Dalam dunianya mereka merokok, rokok yang sama seperti di dunia manusia, membayar dengan uang yang sama, memakai macam pakaian yang sama, bahkan mereka mempunyai kampung sendiri seperti didunia manusia namun sekali lagi bahwa dia tak nampak oleh kasat mata.
Begitu banyak cerita yang diungkap oleh Bapak Daud dan  Masyarakat Rante Pongkok Desa Tondok Bakaru Kab. Mamasa tentang keramatnya G. Gandang Dewata yang dapat membuat bulu kuduk merinding saat mendengarnya. Gunung Keramat tersebut akan bertambah misterinya dengan hilangnya Mayor Latang secara misterius tahun 2007 di Alur Pegunungan G. Gandang Dewata hingga hari ini masih belum ditemukan. Namun mampukah kita membuktikan kebenaran mitos tersebut!!!  





KISAH DIBALIK HILANGNYA MAYOR LATANG Dkk
DI GUNUNG GANDANG DEWATA (3037 Mdpl)
14 Mei 2007

Sumber : Wahyudi Iswar (Wartawan Radar Sulbar)
Di Update oleh Divisi Gunung Hutan Mapala Unasman tahun 2010

Bagian (I) Perjalanan Nekad
Demi Misi Rahasia empat tahun lalu, tepatnya Ahad,8 April 2007 sekitar pukul 04.00 WITA, Mayor Latang (Kasi Lidikpam POMDAM VII Wirabuana), Alexander, Rivai dan Azis serta seorang penunjuk jalan dari warga setempat bernama Tandi Minanga alias Ambe Pampang (60), melakukan pendakian ke Gunung Gandang Dewata dengan ketinggian 3037 Meter diatas permukaan laut (Mdpl), Mamasa. Perjalanan ini berakhir dengan tewasnya Azis, dan hilangnya Mayor Latang dan Rivai. Sementara Ambe Pampang selamat, dan Alexander meski lolos dari maut, kondisinya memprihatinkan.
Saat Ditemui wartawan dikediamannya di Desa Tondo Bakaru, Ambe Pampang bercerita panjang tentang perjalanan latang dkk kegunung yang dikenal keramat ini. Perjalanan yang hingga kini menimbulkan tanda tanya publik sebab sampai sekarang misi perjalanan tersebut belum diketahui pasti. Sebelum berangkat, Ambe Pampang menanyakan terlebih dahulu tujuan ke Gandang Dewata. Namun Mayor Latang tidak mengatakan persis tujuannya dan terkesan merahasiakan sesuatu. Mayor Latang hanya menyampaikan misinya untuk mencari air kehidupan tanpa menjelaskan apa yang dimaksud air kehidupan itu. Setelah mendengar penjelasan tersebut, Ambe Pampang menurut dan bersedia menjadi penunjuk jalan. Mereka pun berangkat meninggalkan Desa Tondo Bakaru menuju Gandang Dewata. Setelah empat jam menempuh perjalanan, mereka tiba di pos 1, Ambe Pampang sempat kaget melihat persiapan mereka. Ambe Pampang khwatir melihat persediaan bekal latang dkk yang seadanya, yakni satu dos mi instan ( 48 bungkus ), 1 kg gula pasir, 3 bungkus biskuit, 1 liter kopi dan tiga bungkus rokok.
Bekal sebanyak ini menurut Ambe Pampang hanya cukup untuk tiga hari sampai empat hari perjalanan. Padahal untuk sampai ke puncak Gandang Dewata atau pos 10, dibutuhkan waktu sekitar 5-6 hari perjalanan ( belum termasuk perjalanan pulang ). Saat di pos 1 saja mereka sudah menghabiskan 15 bungkus mi instan untuk makan malam dan sarapan pagi. Ambe Pampang menilai rombongan latang terkesan tanpa persiapan yang matang. Peralatan yang dibawa hanya satu panci kecil dan air minum, tanpa jas hujan, tenda, senter dan peralatan lainnya. Belum lagi kondisi Azis yang kurang sehat ( sesak nafas ). Ambe Pampang sempat meragukan kesanggupan mereka mencapai puncak.
Saat di pos1, Ia kembali sempat beberapa kali mempertanyakan kesiapan rombongan dan menyarankan agar pulang menambah perbekalan dan alat persiapan. Namun setiap kali bertanya Latang selalu menjawab “di atas gunung nanti bantuan makanan akan datang melalui helikopter”, dan menegaskan perjalanan ini harus dilakukan. Latang dkk juga meyakinkan Ambe Pampang kalau mereka siap dan sanggup mencapai puncak. Keraguan Ambe Pampang luluh. Mereka pun melanjutkan perjalanan.
Meski berusaha mengirit, akhirnya bekal mi instan dan rokok hanya cukup sampai di pos 5. kondisi mereka semakin lemah sementara perbekalan hanya tersisa 3 bungkus mi instan. Mayor Latang meminta Ambe Pampang ke pos 9 untuk mengambil makanan. Katanya kepada Ambe Pampang, makanan dibawa melalui helikopter.
Ambe Pampang ke pos 9 dan kembali lagi tanpa hasil. Akhirnya kondisi mereka semakin lemah, terutama Azis yang semakin sepoyongan. Karena 2 hari 2 malam tanpa makan ditambah cuaca yang dingin karena setiap hari turun hujan, helikopter yang ditunggu –tunggu membawa makanan tidak terlihat, air kehidupan juga belum ditemukan. Mereka akhirnya sepakat untuk turun gunung.
Ambe Pampang jalan lebih cepat untuk mengambil makanan. Empat lainnya juga turun menyusul sambil berjalan perlahan. Mereka memperkirakan akan bertemu di pos 5 setelah Ambe Pampang kembali ke gunung dan membawa makanan. Ambe Pampang tiba kembali di desa menjelang Maghrib. Keesokan harinya Ambe Pampang melaporkan kepada kepala desa dan koramil. Ia sempat kaget sebab pihak koramil ternyata tidak mengetahui perihal keberangkatan Mayor latang ke Gunung Gandang Dewata. Ambe Pampang pun keheranan, sebab ternyata baru mengetahui latang juga tidak melapor ke Daud, warga yang dikenal selalui ditemui pihak yang hendak mendaki gunung, seperti mahasiswa pencinta alam. Daud di kenal dapat berkomunikasi dengan penghuni Gandang Dewata, seharusnya meminta izin kepada penghuni gunung. Minta izin dapat dilakukan dengan perantaraan Daud. Ambe Pampang mempercayai musibah yang menimpah rombongan Mayor Latang dkk,antara lain, disebabkan tidak memberi tahu Daud mengenai rencana mereka mendaki gunung.
“Mereka itu berani, nekad dan juga takabur. Ini yang ke 25 kalinya saya mengantar orang kegunung, tapi tidak satu pun orang yang berangkat dengan persiapan seperti ini,” ujar Ambe Pampang.
Berselang beberapa hari, Alexander tiba di Desa Tando Bakaru dengan kondisi yang sangat lemah. Tubuhnya kedinginan, luka dan nyaris tak sanggup menggerakkan badan. Ia tidak dapat memberikan informasi apapun. Kedatangan Alexander tidak bersama Mayor Latang, Rivai dan Azis. Mereka kemudian dinyatakan hilang. Warga selanjutnya berusaha mencari mereka. Azis ditemukan tewas sekitar 100 meter dari pos 6 oleh warga dan personil TNI. Sementara Mayor Latang dan Rivai hingga kini belum diketahui rimbahnya.


(Bagian 2) Kisah Di Balik Hilangnya Mayor Latang di Gandang Dewata
Meninggal Dunia atau Selamat
Tidak sedikit warga Mamasa yang memperkirakan Latang dan Rivai kini sudah tewas akibat kehabisan bekal yang menyebabkan mereka kelaparan, di tambah lagi cuaca yang dingin. Perlengkapan yang seadanya yang dibawa membuat dugaan keduanya telah meninggal sangat kuat. Karena tidak ditemukan, mayatnya diperkirakan sudah dimakan ular atau binatang buas lainnya. Ada pula yang menduga Latang dan Rivai terjatuh kejurang. Maklum, jalur ke Gandang Dewata dipenuhi jurang terjal. Medan yang licin, kondisi fisik lemah membuat tidak tertutup kemungkinan mereka terpeleset kejurang. Tetapi saat penyisiran, tim pencari dan seekor anjing pelacak tidak menemukan mayat keduanya. Yang menduga seperti ini, berpendapat mayat keduanya dibawa jurang tetapi tidak tersentuh oleh tim pecari. “ kalau benar dia jatuh kejurang saya pikir sulit untuk ditemukan,” kata Darman, warga Mamasa.

Dugaan lain, dan ini yang paling kuat menurut pihak TNI, yakni dugaan Latang dan Rivai hanyut terbawa arus sungai. Alasannya, arus sungai yang melalui Gunug Gandang Dewata sangat deras dan dalamnya setinggi dada orang dewas.
Selai itu air sungai di Gandang Dewata juga tidak menentu. Terkadang tiba-tiba datang air bah. Sungai di Gunung Gandang Dewata ada tiga, yakni sungai tetena, Rano dan Pano Bonehau. Ketiga sungai ini dilewati berkali-kali sebab air sungai berkelok seperti membentuk spiral.
“Kondisi mereka lemah, kalau menyeberang sungai bisa jadi hanyut karena tidak kuat menahan arus atau bisa jadi karena tiba-tiba datang air bah,” ujarnya salah seorang anggota TNI dari Kompi B Yonif 721 Makkasau Adapula prediksi lain yang menyebutkan Latang dan Rivai menuju Tabulahan. Prediksi ini timbul sebab menurut keterangan Ambe Pampang ( penunjuk jalan ), Latang sering menanyakan rute ke Tabulahan. Sebab menurut peta yang dibawa Latang, air kehidupan berada di antara Gunung Mambulilling dan Gandang Dewata dan diantara sungai Salukarma dan Sungai Bonehau.

Menurut Ambe Pampang, dari Gandang Dewata bisa tembus ke Tabulahan. Meskipun belum ada rute khusus. Menuju ke Tabulahan dilakukan dengan cara merintis jalan baru. “Saya belum pernah kesana. Tapi yang jelas dibandingkan ke Tabulahan, lebih dekat ke Mamasa,” ungkap Ambe Pampang.
 
Dugaan kemungkinan Latang dan Rivai ke Tabulahan juga muncul, sebab pada saat Ambe Pampang turun lebih awal dari pos 7, menyusun Latang dan Rivai. Kemudian Alexander di belakang karena menjaga Azis yang saat itu kondisinya sudah sangat lemah ( sakit ). Pada saat jalan berdua ( Latang dan Rivai ) diduga mereka memutuskan berbelok menempuh ke Tabulahan tanpa diketahui Alexander ( Alex selamat ).
Tidak sedikit pula warga Mamasa berpandangan Latang dan Rivai disembunyi oleh mahluk yang warga Mamasa menyebutnya To pembuni. Pendapat ini muncul karena menurut warga, terkadang orang yang mendaki kesana pernah hilang atau tersesat namun akhirnya kembali setelah beberapa hari. Menurut warga setempat, Latang dan Rivai tidak kembali karena sebelum berangkat ia tidak melapor ke pak Daud, warga Mamasa yang di tempati melapor orang yang ingin di Gandang Dewata. “Kalau di sembunyikan To pembuni, biasa kembali beberapa hari, minggu atau bulan kemudian,” kata Tadius, seorang penjual di pasar Mamasa.
Diantara dugaan tersebut ada spekulasi yang paling menghebohkan. Latang dan Rivai didugan selamat. Mereka yang menduga selamat berpendapat, seandainya Latang dan Rivai tewas Ia pasti akan di temukan tim pencari sebab jalur ke Gandang Dewata cuma satu. Kalaupun ada jalur ke Tabulahan, dengan kondisi lemah dan tidak tahu jalan,kecil kemungkinan Latang dan Rivai memutuskan ke Tabulahan. Kalau jatuh ke jurang, bau mayatnya harusnya bisa tercium.
“Pergi dengan rahasia, siapa tahu selamat. Bisa jadi ia juga pulang dengan sembunyi-sembunyi,” kata A waris, warga Mamasa lainnya. Dugaan ini juga berhembus karena keputusan warga mencari Latang. Proses pencarian yang sangat menguras energi namun tanda-tanda ditemukannya masih nihil. Diantara beberapa pendapat tersebut, belum satu pun yang terbukti. Namun terakhir sekitar tahun 2010 Pak Daud, setelah melakukan komunikasi dengan penghuni hutan dan diberi petunjuk Ia akhirnya menemukan sepasang pakaian yang berukuran besar dan dari ciri - ciri dan tanda-tanda yang jumpai diyakini bahwa pakaian tersebut milik Mayor Latang namun menurut pak daud penghuni hutan pun masih merahasiakan keberadaan Mayor latang, (Saya tanyakan sama penghuninya tapi dia tidak menjawab, Cuma ketawa baru lari, pergi) ungkap Pak Daud saat cerita dengan Tim Pendaki Mapala Unasman Awal 2011 lalu. Begitupun dengan Rivai yang masih belum ditemukan tim pencari. Semuanya masih menjadi misteri sampai hari ini.  misteri ini akan menjadi teka-teki kedua sepanjang masa selain misteri hilangnya pesawat Adam Air.

(Bagian 3-Selesai) Kisah Dibalik Hilangnya Mayor Latang di Gandang Dewata
Gunung Perawan yang Keramat
Belum tampak aksi penebangan liar sebab warga Mamasa yang naik ke Gunung Gandang Dewata hanya mengambil rotan ataupun berburu Anoa.  Pohon besar berukuran kira-kira tiga orang dewasa berangkulan, masih sangat banyak ditemui. Nama Gandang Dewata sendiri konon lahir dari adanya sebuah batu yang berbentuk seperti gendang diatas gunung. Batu ini mengeluarkan gema ketika warga Mamasa menabuh gendang di desa saat prosesi ritual kematian. Jarak antara desa dengan tempat batu tersebut sangat jauh dan memakan waktu perjalanan sekitar 5-6 hari.  Gema dari batu menjadi informasi bagi warga yang sementara dihutan mengambil rotan atau berburu bahwa dibawa sana (red dikampung) ada warga yang meninggal dunia. Karena suara batu itu tidak diketahui dari mana, orang Mamasa tempo dulu meyakini suara itu datang dari Dewa. Melekatlah nama gunung ini dengan sebutan Gandang Dewata.
Berbagai cerita mistik yang diungkapkan warga Mamasa akan hal-hal aneh yang terjadi tentang Gunung Gandang Dewata. Gunung dengan ketinggian 3.037 meter dari permukaan laut ini menyimpan cerita yang dapat membuat bulu kuduk berdiri. Belum ditemukannya Mayor Latang dan Rivai menambah kesan keramatnya Gandang Dewata.
jalur menuju Gandang Dewata hingga puncak pertama kali dirintis oleh warga setempat pada tahun 1963. selanjutnya pada tahun 1991, mapala dari salah satu perguruan tinggi di Yogyakarta melakukan pendakian. Sejak itu, mulailah dikenal istilah adanya pos 10 di gunung ini.
Sudah begitu banyak kelompok dan mahasiswa pencinta alam telah melakukan pendakian sampai kepuncak gunung. Kadang-kadang bagi pendaki yang belum kenal jalur di gunung ini ditemani seorang penunjuk jalan dari warga Mamasa.  Untuk sampai kepuncak gunung, harus melewati 10 pos dengan kondisi medan yang sangat berat. Pendaki harus melintasi 9 gunung, yakni Gunung Lante Bobbok, paparandangan, Pappandangan, Lantang Lomo, Lombok Silenda, Damak-damak, Penga, Naik Daeng dan terakhir Gandang Dewata.
Dari kota Mamasa ke pos 1 ditempuh perjalanan sekitar 4-5 jam. Sebelum tiba di pos satu, pendaki harus melintasi sungai Tetena. Setelah melewati pos 1 tidak ada lagi kebun warga. Seluruhnya adalah hutan rimba. Diantara pos 7 sampai pos 9, pendaki harus menggunakan tali karena terjalnya medan.

Dari pos 1 ke pos 4 dibutuhkan waktu perjalanan selama 2 hari. Dan dari pos 4 ke pos 10 di butuhkan waktu 4 hari. Dari pos 4 menuju pos 5, pendaki harus 6 kali menyeberangi sungai pano.
Medan terberat berada antara pos 7 dan pos 9. selain medan terjal, cuaca juga sangat dingin. Di pos 7 suhu udara mencapai 13 derajat. Tim Ekspedisi Fajar Grup yang terdiri dari wartawan Harian Fajar Pare pos, Ujung Pandang Ekspres, Berikota dan Radar Sulbar, yang juga melakukan pencarian mengakui beratnya medan menuju Gandang Dewata. Tim Ekspedisi sempat menyisir dari pos 2 sampai pos 3.
 
“Saya sudah beberapa kali ke Gunung Bawakaraeng, dibandingkan dengan Gandang Dewata, Bawakaraeng tidak apa-apanya.
Persiapan kesana harus ekstra matang baik fisik maupun mental dan peralatan,” kata Sili Suli, wartawan Ujung Pandang Ekspres.


Semoga Alam Yang Ramah
Takkan Pernah Enggang Bersahabat Dengan Kita


Survive With
MAPALA UNASMAN SULBAR